UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
Alamat : Jl. Seroja, Gang Jeruk, Kelurahan Tonja Denpasar Utara, Bali 80239
Telp : (0361) 4747770 | 081238978886 | 085924124866
Email : iik.medali[at]gmail.com
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
INTELLIGENCE TO BE ADVANCE
PENINGKATAN DAYA SAING PERUSAHAAN MELALUI PENERAPAN PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
  27 June 2016 - Dibaca 2348 kali
  Oleh Administrator

Beberapa tahun terakhir kejadian kecelakaan kerja makin meningkat. Hampir setiap hari diberbagai media diberitakan terjadinya kecelakaan, kebakaran, banjir ataupun musibah lainnya diberbagai tempat di tanah air. Terjadinya kecelakaan kerja biasanya diikuti dengan kerugian baik kerugian material bahkan korban jiwa. Penerapan teknologi telah terbukti mampu memberikan manfaat yang cukup besar bagi kesejahteraan manusia, namun dengan penerapan teknologi tersebut ternyata juga dibarengi dengan peningkatan kejadian kecelakaan kerja. Beberapa laporan disampaikan bahwa pada tahun 2007 telah terjadi 65.474 kecelakaan kerja di Indonesia dan 1.451 di antaranya meninggal dunia. Sementara BPJS ketenagakerjaan menyatakan bahwa pada tahun 2009 terjadi 96.314 kasus, tahun 2013 terjadi 103.285 kasus kecelakaan kerja. Sementara International Labor Organization (ILO) melaporkan satu pekerja meninggal setiap 15 detik akibat kecelakaan atau sakit akibat kerja, dan setiap 15 detik terdapat 160 kecelakaan kerja.  

Kejadian kecelakaan kerja di Bali juga hampir serupa. Menurut laporan JAMSOSTEK Bali dari periode Januari 2013 s/d Desember 2014 terjadi 1.055 kasus kecelakaan kerja, dengan 60 orang meninggal dunia, 1 orang cacat total, 21 orang cacat sebagian dan 8 orang cacat fungsi. Sedangkan laporan kecelakaan kerja  di Bali yang dilaporkan ke PT JAMSOSTEK Bali pada tahun 1995 s/d 1998 kejadiannya sering menjelang waktu istirahat sekitar pukul 10.00 – 12.00 WITA, karena waktu istirahat pukul 12.00-13.00 WITA. Sedangkan pada Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung pada periode yang sama, kecelakaan kerja banyak terjadi sekitar pukul 10.00-11.00 karena waktu istirahatnya pada pukul 11.00-12.00. Kondisi ini dapat dijelaskan karena menjelang waktu istirahat para pekerja memang sudah lelah setelah bekerja sekitar 4 jam sehingga perhatian, konsentrasi dan kewaspadaannya sudah menurun. Sehingga pada saat itu kecepatan kerja akan menurun, produktivitas kerja menurun, malah kesalahan makin meningkat.

Di samping itu setiap kecelakaan kerja jelas akan menimbulkan kerugian secara langsung maupun tidak langsung serta mungkin pula korban jiwa. Beberapa laporan peneliti mengemukakan bahwa kompensasi yang harus dibayar perusaahaan akibat kecelakaan kerja cukup besar. Di Indonesia tahun 2003 kompensasi mencapai yang dibayarkan 190.607 miliar rupiah, tahun 2004 sebesar 102.461 miliar rupiah. Itupun merupakan kerugian secara langsung.  Namun harus diingat bahwa kerugian yang timbul akibat kecelakaan kerja bukan hanya dari kompensasi yang dibayar saja, tetapi masih ada kerugian yang lain sebagai kerugian tidak langsung, seperti:

  1. Kerugian akibat terhentinya produksi beberapa jam waktu terjadinya kecelakaan karena para pekerja menolong menengok pekerja yang mengalami kecelakaan, dan melakukaan pertolongan pertama sampai menghantar ke puskesmas atau ke rumah sakit;
  2. Kerugian akibat pengeluaran selama renovasi, yang dibarengi dengan berkurangnya produksi dan produktivitas kerja;
  3. Kerugian akibat pengeluaran untuk pendidikan atau pelatihan tenaga baru sebagai pengganti tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja;
  4. Kerugian akibat dari pemberian gaji kepada tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja selama mereka tidak mampu bekerja;
  5. Kerugian akibat buruknya citra perusahaan yang dapat diikuti dengan hilangnya pelanggan.

Bahkan terjadinya kecelakaan kerja tidak jarang menyebabkan bangkrutnya suatu perusahaan karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk ganti rugi. Bahkan menurut Soehatman Ramli diawal bukunya menyatakan bahwa:

Take:  One minute to write a safety rule

            One hour to hold a safety meeting

            One week to plan a safety program

            One month to put it in operating

            One year to win a safety award

            One life time to make a safe worker

But it takes only ONE SECOND to destroy it all with an accident.

 Namun demikian penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sebagai upaya menekan timbulnya kerugian yang tidak diinginkan belum mendapat perhatian semestinya dalam pengelolaan suatu perusahaan. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan di Indonesia (data Depnaker tahun 2002 perusahaan dibawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Sering pula dijumpai bahwa pemahaman penerapan program K3 sangat keliru. Beberapa contoh dapat dikemukakan yang menunjukan bahwa pemahaman  program K3 masih keliru sebagai contoh:

  1. Kalau sudah memasang bendera K3 di depan perusahaan sudah mengatakan menerapkan program K3.
  2. Sudah memasang slogan K3 mengatakan sudah menerapkan program K3. Memang memasang bendera K3, sepanduk selogan K3 merupakan sebagian dari penerapan program K3, tetapi program yang lebih penting belum dilakukan.
  3. Ada pula masuk JAMSOSTEK mengatakan sudah menerapkan program K3. Padahal masuk JAMSOSTEK bukan sebagai program K3, tetapi sebagai penjamin atau pelindung biaya kalau suatu saat para pekerja mengalami musibah kecelakaan kerja.
  4. Yang sering terjadi adalah perusahaan baru ingat K3 pada bulan K3 yaitu mulai 12 Januari s/d 12 Februari setiap tahun, dan saat itu memasang bendera K3. Bagaimana penerapan program K3 nya, sangat jauh dari harapan kita.
  5. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih rendahnya kualitas SDM, sehingga pemahaman dan kesadaran untuk penerapan program K3 akan kurang. Diadakannya lomba P2K3 yang diadakan setiap tahun sekitar tahun 80 an mampu sedikit meningkatkan perhatian perusahaan pada program K3 terutama sekitar bulan Januari dan Februari setiap tahun, tetapi setelah bulan itu dilupakan lagi. Dicanangkannya program atau lomba ”zero accident” oleh pemerintah ternyata dimanipulasi pula. Sehingga perusahaan yang memperoleh penghargaan karena selama periode tertentu tidak ada laporan kecelakaan kerja, padahal di perusahaan tersebut beberapa kali terjadi kecelakaan kerja (dari data di kliniknya) tetapi tidak dilaporkan.
  6. Dalam pengelolaan perusahaan program K3 selalu mendapat prioritas paling rendah. Tetapi apabila terjadi kecelakaan kerja baru diingat, apalagi kalau sampai terjadi korban jiwa dan dipanggil oleh DEPNAKER, apalagi kalau sampai terjadi masalah hukum. Memang kesehatan dan keselammatan kerja selalu diingata terakhir dalam pengelolaan perusahaan.  Nah kondisi demikian masih terjadi tetapi dianggap biasa saja. 

Di samping itu hasil-hasil penelitian para ahli K3 masih berkutat pada health and safety saja seperti angka sakit, angka kecelakaan, angka kematian dsb, tetapi belum mampu menunjukkan bahwa penerapan program K3 akan mampu memberikan keuntungan dalam rupiah (industrial language)  atau how much saving money.  Para peneliti hendaknya jangan berbahasa kesehatan dan keselamatan kerja kepada para pengusaha, tetapi harus sudah belajar berbahasa perusahaan (industrial language)Para pengusaha selalu berfikir agar setiap program yang dilakukan agar mampu menghasilkan rupiah atau menekan biaya produksi. Dengan tidak mampu menunjukkan manfaat menerapan program K3 dalam bentuk rupiah, para pengusaha beranggapan bahwa program K3 hanyalah cost belaka. Hal ini terbukti dari kenyataan pada saat diadakan sosialisasi penerapan program K3 di perusahaan-perusahaan, sering yang menerima team K3 bukanlah pimpinan perusahaan tetapi bawahannya. Sudah dapat dipastikan apa yang disampaikan team K3 kepada petugas yang menerima tidak akan mampu disampaikan kepada pimpinaan perusahaan seperti yang dimaksudkan oleh team K3. Sebagai akibatnya program K3 tidak pernah dianggap sebagai bagian dalam program bisnis perusahaan. Hal inilah sebagai salah satu penyebab mengapa penerapan program K3 masih sulit dijumpai di perusahaan.

Perlu disadari bahwa K3 merupakan hak tenaga kerja sehingga perusahaan wajib menerapkan program K3 untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja, agar para pekerja mampu bekerja dengan  optimal guna meningkatkan produkktivitas kerja maupun keuntungan perusahaan. Dalam upaya tersebut Pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja telah menerbitkan UU No.1 tahun 1970 tentan kesehatan dan keselamatan kerja (K3), Permenaker No.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), sesuai dengan persyaratan occupational safety and health administration (OSHA). Dengan tujuan  untuk menciptakan suatu system kesehatan dan keselamatan kerja dengan melibatkan semua unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja  dalam upaya mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang sehat, aman, nyaman, efisien dan produktif. Pada lingkungan kerja yang kurang nyaman para pekerja akan menerima beban tambahan dari lingkungan kerja, sehingga kemampuan kerja mereka untuk melakukan tugas yang dibebankan kepadanya akan berkurang, atau mereka cepat lelah. Mereka yang lelah, jelas kecepatan kerja mereka berkurang, ketelitian kerja berkurang, kesalahan akan meningkat, bahkan kecelakaan kerjapun mudah terjadi. Apalagi disertai dengan peralatan kerja yang kurang serasi dengan para pekerja, misalnya terlalu tinggi, terlalu rendah, tanpa alat pengaman yang baik, jelas produktivitas kerja mereka akan rendah, dan cendrung mudah terjadi kecelakaan kerja. Dalam hal ini kondisi kerja yang nyaman sangat diperlukan para pekerja untuk bisa bekerja dengan produktivitas tinggi.

Pemeriksaan lingkungan kerja untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja juga sangat diperlukan agar sejak awal para pekerja mengetahui bahaya yang mereka akan hadapi di tempat kerja. Demikian pula pemeriksaan kesehatan secara berkala yang sering dihindari baik oleh perusahaan maupun para pekerja sendiri, padahal tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan setelah melakukan pekerjaan selama periode tertentu. Kalau sudah ada gangguan kesehatan bisa segeraa diobati dan dicarikan solusinya. Dengan demikian para pekerjaa dapat dijaga kesehatannya agar mampu bekerja dengan baik, sementara perusahaan dapat dilindungi akibat pengeluaran yang lebih besar untuk mengobati pekerja yang sakit atau kurang sehat. Pekerja yanag kurang sehat tetapi tetap bekerja sudah jelas akan cepat lelah, kemampuan kerjanya menurun dan produktivitas kerjanya juga menurun yang pada akhirnya perusaahaan lebih rugi.

Program kesehatan dan keselamatan kerja (K3) juga merupakan syarat untuk memenangkan persaingan bebas di era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Agrement (AFTA), World Trade Organization (WTO), Asia Pacipic Economic Community (APEC), maupun  MEA. Persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) menjadi salah satu persayaratan sertifikasi dari berbagai industry, jasa konstruksi, perusahaan farmasi, perusahan yang memproduksi makanan dan minuman, rumah sakit serta tempat kerja lainnya. Tanpa memenuhi persyaratan K3  sesuai persyaratan dari OSHA atau dari PEMENAKER maupun UU K3, jelas tidak akan memenuhi syarat untuk sertifikasi. Untuk dapat menerapkan program K3 dengan baik dan benar peranan tenaga ahli K3 cukup besar. Daan apabila persyarata OSHA diterapkan dengan maka kebutuhan tennaga ahli K3 sangatlah banyak, sementara jumlah tenaga ahli K3 di Indonesia dan di Bali khususnya sangat terbatas.

Guna mengantisipasi kelangkaan tenaga ahli K3 beberapa institusi pendidikan telah mendirikan program vokasi K3 (D3, D4) seperti di UNS di Surakarta, Universitas Diponengoro semarang, STIKes Binawan di Jakarta dll, Program studi S1 K3 di Universitas Indonesia, PS K3 S1 di Batam. Sementara di Bali sudah dibuka Program Studi S1 K3 di Institut Ilmu Kesehatan Medika Persada Bali (IIK Bali).  Dengan harapan pada saatnya diberlakukannya persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja sesuai persyaratan OSHA  maka para ahli K3 sudah dapat disiapkan.

Dengan begitu banyak lapangan kerja yang harus menerapkan program K3 sesuai persyaratan OSHA untuk mengantisipasi persaingan global sudah jelas semua lapangan kerja tersebut membutuhkan lulusan K3.   Adapun lapangan kerja yang bisa menyerap lulusan PS S1 K3 adalah hampir semua tempat kerja atau perusahaan seperti instansi pemerintah Departemen /Dinas kesehatan, Departemen / Dinas Tenaga kerja, Departemen /Dinas pekerjaan Umum, Dinas Perkebunan, kehutanan, perhotelan, airport, industry makanan dan minuman, aero catering, industry kerajinan, pertambangan, transportasi, Perguruuan tinggi, dsb. Ini baru akan terbukti manakala telah diberlakukannya perysratan OSHA maupun UU K3 maupun PERMENAKER RI dengan resmi.

Penerapan persyaratan K3 menurut OSHA dimaksudkan untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, efisien sehingga kemampuan kerja meningkat sehingga akan diikuti dengan peningkatan produktivitas kerja maupun produktivitas perusahaan. Melalui penerapan program K3 yang baik dan benar maka kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja dapat dikurangi, timbulnya kelelahan kerja dapat dikurangi. Dengan demikian jelas pengeluaran akibat dari biaya kompensasi akibat kecelakaan maupun penyakit akibat kerja akan berkurang. Dengan berkurangnya biaya dari kompensasi akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan adanya peningkataan produktivitas perusahaan jelas biaya produksi dapat ditekan.

Di samping itu penerapan pemberian waktu istirahat pendek sekitar 5-10 menit setiap 2 jam kerja akan mengurangi rasa lelah dan meningkatkan kemampuan kerja. Laporan hasil penelitian pada perusahaan rokok Panamas tahun 70 an menunjukan bahwa pemberian waktu istirahat pendek selama 5-10 menit setiap 2 jam kerja telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas kerja para pekerja penggiling rokok sebanyak 60 batang per orang per hari. Dan penelitiian yang sama yang dilakukan pada perusahaan rokok Gudang Garam di Kediri juga mampu meningkatkan produktivitas para pekerja penggiling rokok. Penerapan istirahat pendek setiap 2 jam kerja juga dapat diterapkan di tempat kerja lain guna meningkatkan produktivitas kerja serta menurunkan kejadian kecelakaan kerja. Penurunan kejadian kecelakaan kerja akan juga meningkatkaan citra perusahaan di mata konsumen. Semua hal  tersebut pada akhirnya akan mampu meningkatkan daya saing produk perusahaan di era global. Peningkatan daya saing produk perusahaan sangat penting dalam menyongsong penerapan pasar bebas.

Untuk dapat bersaing di pasar bebas maka salah satu tindakaan yang dapat dilakukan adalah penerapan program K3 sesuai dengan persyaratan OSHA yang akan menjadi persyaratan tempat kerja. Apabila kecendrungan tersebut tidak segera diantisipasi dalam persaingan global  sudah pasti kita akan kalah bersaing dengan tenaga kerja asing yang sudah siap menyerbu ke Indonesia umumnya dan Bali khususnya. Untuk itu dibutuhkan pemikiran cerdas sebelum kita tercengang, terlambat, kehilangan kesempatan kerja, terpinggirkan, tertinggal kemudian ditinggal dan pada akhirnya menjadi penonton.